Ilustrasi Virus Corona
Disclaimer :
Tulisan ini bukan sebuah bentuk protes terhadap kebijakan pemerintah, ataupun penghakiman terhadap golongan masyarakat tertentu. Ini hanyalah kumpulan kegelisahan yang berkecamuk dalam pikiran saya pribadi yang dituangkan dalam sebuah tulisan ngalor ngidul yg dibaca syukur, kaga juga ga ngaruh apa2.
Selow ya..
Seperti yang kita ketahui bersama, sesuai instruksi dari Mas Menteri Nadiem Makariem melalui Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Corona Virus Disease (COVID-19), sejumlah pemerintah daerah mengambil kebijakan untuk meliburkan sekolah (baca: murid belajar dirumah) selama 14 hari sebagai bentuk antisipasi meluasnya penyebaran Virus Corona (COVID-19) di masyarakat.
Jika melihat kebijakan yang diambil, maka berdasarkan Tingkat Resiko Penyebaran Virus Corona yang merujuk pada isi Surat Edaran Kemdikbud, maka kebijakan tersebut semestinya merupakan tindakan yang diambil jika suatu daerah telah masuk dalam kategori RESIKO TINGGI.
Lihat Surat Edaran Kemdikbud DISINI
Dalam implementasinya khususnya di Provinsi Bali, kebijakan ini menuai pro dan kontra. Bagaimana tidak, himbauan Presiden Jokowi pada masyarakat untuk Bekerja, Belajar, dan Beribadah di Rumah nyatanya disikapi berbeda oleh masing-masing pemerintah daerah yang kemudian mengeluarkan kebijakan yang berbeda pula. Hal ini bisa diamati dari banyaknya keluh kesah rekan-rekan pegawai, guru, bahkan orang tua siswa di berbagai media sosial. Tidak percaya? Cek saja media sosial anda!
Khusus pada Bidang Pendidikan memang benar sekolah diliburkan, tapi yang diliburkan hanya para siswa. Para guru tetap harus datang kesekolah setiap hari meski tidak ada siswa yang diajar, ataupun hal lain apapun untuk dikerjakan selain membersihkan halaman sekolah, kemudian ngobrol ngalor ngidul menunggu diberikan instruksi pulang oleh kepala sekolah.
Monev ke sekolah oleh dinas pun dijadikan perangsang agar guru tetap bergairah datang ke sekolah, dengan alasan guru berkewajiban untuk menyiapkan perangkat pembelajaran dan penilaian. Padahal tanpa datang ke sekolah pun sebenarnya guru mampu menyiapkan semua itu dari rumah masing-masing.
Hal yang menarik, sempat muncul wacana bahwa guru wajib melakukan Home Visiting (mengunjungi siswa ke rumahnya secara random sampling) untuk memastikan bahwa siswa benar-benar belajar di rumahnya. Agak sedikit feodal dan keKUNOan mungkin, mengingat banyak alternatif lain yang minim resiko yang bisa digunakan untuk memonitoring siswa, baik secara online menggunakan berbagai aplikasi telecomfrence (Webex, FreeconferenceCall, Zoom, dll), aplikasi chatting (Whatsapp, Telegram, Line, dll), media sosial (Facebook, Twitter, Instagram), ataupun jika ada kendala pada internet atau yang tersedia hanya hape tulalit, monitoring masih bisa dilakukan cukup dengan SMS dan telpon orang tua siswa untuk memastikan aktivitas dan kesehatan siswa beserta keluarganya.
Let's thingking :
Guru tetap ke sekolah seperti biasa, let's say dibatasi tidak lebih dari 20 guru persekolah, tapi tetap berkumpul kan namanya? Kemudian pegawai dinas melakukan monitoring dengan mengunjungi seluruh sekolah di daerahnya, tentunya bertemu danberinteraksi dengan guru-guru tersebut, selanjutnya guru melakukan kunjungan ke rumah-rumah siswanya. Lalu jika benar Tingkat Resiko Penyebaran Virus Corona di daerah tersebut termasuk kategori Resiko Tinggi, hmm.. kira-kira siapa saja ya yang beresiko terpapar Virus Corona?
Ya persis seperti dugaan anda, dari pegawai dinas, guru, orang tua siswa dan para siswa yang dikunjungi. Setiap orang dari mereka berpotensi menjadi carier yang bisa memperbesar penyebaran Virus Corona dalam lingkup yang lebih luas lagi. Kok seperti sistem Marketing Multilevel ya, semakin banyak jaringan semakin besar penghasilan. Bedanya ini yang disebarkan adalah penyakit. Nah jika kekhawatiran tersebut benar, maka tempo 14 hari itu bisa jadi diperpanjang dan lingkupnya tidak lagi terbatas pada siswa, tapi seluruh masyarakat yang bisa berujung pada LOCKDOWN total.
Delusinya ketinggian ya, tapi bukannya mencegah jauh lebih baik daripada tidak mencegah :p Bagaimanapun kita mesti mempertimbangkan kemungkinan terburuknya, dan ini kan kesalahan yang diakui telah dilakukan oleh warga negara Negara Korea dan Italia yang meremehkan himbauan pemerintahnya? Kita sebenarnya hanya sedang mengulang kesalahan mereka saja, semoga saja endingnya tidak sama. Negara besar seperti mereka pun kelabakan ketika diberlakukan Lockdown, apalagi Indonesia, kita belum siap sama sekali baik dari segi kesiapan negara, ekonomi dan budaya masyarakatnya.
Nah, berdasarkan fakta dan realita tersebut, ternyata himbauan Pemerintah Pusat tentang Bekerja, Belajar dan Beribadah di Rumah, serta larangan untuk berkumpul dan menghindari keramaian, terkesan dianggap seperti angin lalu dan dianggap remeh temeh oleh masyarakat bahkan pengambil kebijakan.
Kita perkecualikan dulu masyarakat yang ekonomi menengah kebawah yang mengandalkan penghidupan melalui pekerjaan dengan penghasilan harian seperti buruh, pedagang, babang gojek, dan yang lainnya, karena ada keluarga yang menanti untuk dihidupi, sedang dari pemerintah juga belum memberikan jaminan akan kebutuhan pokok jika mereka memutuskan untuk mengisolasi diri.
Intermezo sekilas kuy, mari kita bahas kelakuan masyarakat di negara +62 yang rada nyeleneh..
Di Jakarta, Gubernus Anies Baswedan mengambil kebijakan meliburkan sekolah dan menutup obyek wisata dengan harapan warga mengisolasi diri secara mandiri untuk memutus rantai penyebaran Virus Corona. Tapi rupanya oleh sebagian warga Jakarta, wacana Sekolah Diliburkan diartikan sebagai Liburan Sekolah, jadi warga merasa ini adalah kesempatan untuk berlibur bersama keluarga. meski obyek wisata di Jakarta ditutup, warga jakarta tidak kehilangan akal untuk menikmati liburan, mereka mengalihkan tujuan ke obyek wisata daerah lain. Daerah Puncak dan pantai yang jadi sasaran wisatanya, sampai membuat Gubernur Jawa Barat geleng-geleng kepala dibuatnya.
Di Bali sendiri, sempat viral di medsos kelakuan warga di suatu kabupaten yang justru berkerumun antri untuk membeli makanan ketika diadakan diskon oleh outlet makanan tertentu. Ada juga kisah dari warga kabupaten lain, yang antri pula untuk bisa menikmati makanan gratis yang disediakan sebuah warung makan. Urusan perut ternyata sulit dikompromikan.
Semoga saja berita-berita diatas tidak benar adanya dan hanya guyonan belaka, sebab jika benar, maka tentu hal tersebut mengingatkan kita tentang kejadian nyeleneh lainnya yg entah di daerah mana, dimana beredar video anak-anak SD yang sedang bermain-main dengan angin puting beliung, belum lagi bencana banjir di Jakarta yang digunakan sebagai guyonan oleh warganya.
Mungkin hanya di negara +62, bencana seakan tidak ada harga dirinya.
Kembali ke pembahasan awal kita, sebenarnya Virus Corona itu beneran berbahaya ga sih? Kok kesannya respon masyarakat biasa-biasa saja? Memang benar mereka pasrah sepenuhnya pada Tuhan atau kurang edukasi? Beda tipis sich sebenernya..
Dilihat dari kebijakan yang dikeluarkan pemerintah daerah yang kayaknya setengah mateng, dan eksekusi kebijakan tersebut oleh masyarakat yang kurang greget, mengindikasikan seakan Virus Corona itu penyakit remeh temeh sama seperti panuan, ketombe dan diare bagi sebagian besar orang.
Yuk mari kita gunakan logika dengan menganalisa realita..
Very Important :
Postingan ini bukan dibuat untuk kepentingan negatif, semisal dengan tujuan menakut-nakuti masyarakat ataupun menimbulkan keresahan. Justru sebaliknya agar kita lebih aware, agar kita berpikir lebih kritis, agar kita tidak terlalu meremehkan lalu berprilaku yang justru dapat merugikan diri kita sendiri dan orang lain, serta agar kita lebih mendekatkan diri pada Tuhan.
Tapi tolong, jangan pertaruhkan nama Tuhan dalam keselamatan anda. Anda mungkin ada benarnya ketika berkata, "Jika Tuhan belum mengkehendaki, saya takkan mati."
Tidak salah, saya juga sependapat..
Tapi ya jangan lantas kematian malah dicari dan ditantang, ngalih gelem istilah Balinya.
Coba dech nyebur ke kolam buaya, atau lompat dari jurang. Oleh buaya mungkin anda cuma diicip-icip dikit, saat nylempung jurang pun paling hanya patah tulang sekujur tubuh. Mungkin benar anda takkan mati kalau Tuhan belum mengkendaki, tapi sakitnya tetep kan? So buat apa coba..
Karena itu dalam menghadapi penyebaran Virus Corona ini, waspada boleh, antisipasi perlu, ketakutan berlebih dan tindakan tidak rasional jangan!
Semoga kita semua selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.
Berikut saya memiliki sedikit referensi untuk membuka wawasan kita bersama, selamat menyaksikan.
Selow ya..
Seperti yang kita ketahui bersama, sesuai instruksi dari Mas Menteri Nadiem Makariem melalui Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Corona Virus Disease (COVID-19), sejumlah pemerintah daerah mengambil kebijakan untuk meliburkan sekolah (baca: murid belajar dirumah) selama 14 hari sebagai bentuk antisipasi meluasnya penyebaran Virus Corona (COVID-19) di masyarakat.
Jika melihat kebijakan yang diambil, maka berdasarkan Tingkat Resiko Penyebaran Virus Corona yang merujuk pada isi Surat Edaran Kemdikbud, maka kebijakan tersebut semestinya merupakan tindakan yang diambil jika suatu daerah telah masuk dalam kategori RESIKO TINGGI.
Lihat Surat Edaran Kemdikbud DISINI
Dalam implementasinya khususnya di Provinsi Bali, kebijakan ini menuai pro dan kontra. Bagaimana tidak, himbauan Presiden Jokowi pada masyarakat untuk Bekerja, Belajar, dan Beribadah di Rumah nyatanya disikapi berbeda oleh masing-masing pemerintah daerah yang kemudian mengeluarkan kebijakan yang berbeda pula. Hal ini bisa diamati dari banyaknya keluh kesah rekan-rekan pegawai, guru, bahkan orang tua siswa di berbagai media sosial. Tidak percaya? Cek saja media sosial anda!
Khusus pada Bidang Pendidikan memang benar sekolah diliburkan, tapi yang diliburkan hanya para siswa. Para guru tetap harus datang kesekolah setiap hari meski tidak ada siswa yang diajar, ataupun hal lain apapun untuk dikerjakan selain membersihkan halaman sekolah, kemudian ngobrol ngalor ngidul menunggu diberikan instruksi pulang oleh kepala sekolah.
Monev ke sekolah oleh dinas pun dijadikan perangsang agar guru tetap bergairah datang ke sekolah, dengan alasan guru berkewajiban untuk menyiapkan perangkat pembelajaran dan penilaian. Padahal tanpa datang ke sekolah pun sebenarnya guru mampu menyiapkan semua itu dari rumah masing-masing.
Hal yang menarik, sempat muncul wacana bahwa guru wajib melakukan Home Visiting (mengunjungi siswa ke rumahnya secara random sampling) untuk memastikan bahwa siswa benar-benar belajar di rumahnya. Agak sedikit feodal dan keKUNOan mungkin, mengingat banyak alternatif lain yang minim resiko yang bisa digunakan untuk memonitoring siswa, baik secara online menggunakan berbagai aplikasi telecomfrence (Webex, FreeconferenceCall, Zoom, dll), aplikasi chatting (Whatsapp, Telegram, Line, dll), media sosial (Facebook, Twitter, Instagram), ataupun jika ada kendala pada internet atau yang tersedia hanya hape tulalit, monitoring masih bisa dilakukan cukup dengan SMS dan telpon orang tua siswa untuk memastikan aktivitas dan kesehatan siswa beserta keluarganya.
Let's thingking :
Guru tetap ke sekolah seperti biasa, let's say dibatasi tidak lebih dari 20 guru persekolah, tapi tetap berkumpul kan namanya? Kemudian pegawai dinas melakukan monitoring dengan mengunjungi seluruh sekolah di daerahnya, tentunya bertemu danberinteraksi dengan guru-guru tersebut, selanjutnya guru melakukan kunjungan ke rumah-rumah siswanya. Lalu jika benar Tingkat Resiko Penyebaran Virus Corona di daerah tersebut termasuk kategori Resiko Tinggi, hmm.. kira-kira siapa saja ya yang beresiko terpapar Virus Corona?
Ya persis seperti dugaan anda, dari pegawai dinas, guru, orang tua siswa dan para siswa yang dikunjungi. Setiap orang dari mereka berpotensi menjadi carier yang bisa memperbesar penyebaran Virus Corona dalam lingkup yang lebih luas lagi. Kok seperti sistem Marketing Multilevel ya, semakin banyak jaringan semakin besar penghasilan. Bedanya ini yang disebarkan adalah penyakit. Nah jika kekhawatiran tersebut benar, maka tempo 14 hari itu bisa jadi diperpanjang dan lingkupnya tidak lagi terbatas pada siswa, tapi seluruh masyarakat yang bisa berujung pada LOCKDOWN total.
Delusinya ketinggian ya, tapi bukannya mencegah jauh lebih baik daripada tidak mencegah :p Bagaimanapun kita mesti mempertimbangkan kemungkinan terburuknya, dan ini kan kesalahan yang diakui telah dilakukan oleh warga negara Negara Korea dan Italia yang meremehkan himbauan pemerintahnya? Kita sebenarnya hanya sedang mengulang kesalahan mereka saja, semoga saja endingnya tidak sama. Negara besar seperti mereka pun kelabakan ketika diberlakukan Lockdown, apalagi Indonesia, kita belum siap sama sekali baik dari segi kesiapan negara, ekonomi dan budaya masyarakatnya.
Nah, berdasarkan fakta dan realita tersebut, ternyata himbauan Pemerintah Pusat tentang Bekerja, Belajar dan Beribadah di Rumah, serta larangan untuk berkumpul dan menghindari keramaian, terkesan dianggap seperti angin lalu dan dianggap remeh temeh oleh masyarakat bahkan pengambil kebijakan.
Kita perkecualikan dulu masyarakat yang ekonomi menengah kebawah yang mengandalkan penghidupan melalui pekerjaan dengan penghasilan harian seperti buruh, pedagang, babang gojek, dan yang lainnya, karena ada keluarga yang menanti untuk dihidupi, sedang dari pemerintah juga belum memberikan jaminan akan kebutuhan pokok jika mereka memutuskan untuk mengisolasi diri.
Intermezo sekilas kuy, mari kita bahas kelakuan masyarakat di negara +62 yang rada nyeleneh..
Di Jakarta, Gubernus Anies Baswedan mengambil kebijakan meliburkan sekolah dan menutup obyek wisata dengan harapan warga mengisolasi diri secara mandiri untuk memutus rantai penyebaran Virus Corona. Tapi rupanya oleh sebagian warga Jakarta, wacana Sekolah Diliburkan diartikan sebagai Liburan Sekolah, jadi warga merasa ini adalah kesempatan untuk berlibur bersama keluarga. meski obyek wisata di Jakarta ditutup, warga jakarta tidak kehilangan akal untuk menikmati liburan, mereka mengalihkan tujuan ke obyek wisata daerah lain. Daerah Puncak dan pantai yang jadi sasaran wisatanya, sampai membuat Gubernur Jawa Barat geleng-geleng kepala dibuatnya.
Di Bali sendiri, sempat viral di medsos kelakuan warga di suatu kabupaten yang justru berkerumun antri untuk membeli makanan ketika diadakan diskon oleh outlet makanan tertentu. Ada juga kisah dari warga kabupaten lain, yang antri pula untuk bisa menikmati makanan gratis yang disediakan sebuah warung makan. Urusan perut ternyata sulit dikompromikan.
Semoga saja berita-berita diatas tidak benar adanya dan hanya guyonan belaka, sebab jika benar, maka tentu hal tersebut mengingatkan kita tentang kejadian nyeleneh lainnya yg entah di daerah mana, dimana beredar video anak-anak SD yang sedang bermain-main dengan angin puting beliung, belum lagi bencana banjir di Jakarta yang digunakan sebagai guyonan oleh warganya.
Mungkin hanya di negara +62, bencana seakan tidak ada harga dirinya.
Kembali ke pembahasan awal kita, sebenarnya Virus Corona itu beneran berbahaya ga sih? Kok kesannya respon masyarakat biasa-biasa saja? Memang benar mereka pasrah sepenuhnya pada Tuhan atau kurang edukasi? Beda tipis sich sebenernya..
Dilihat dari kebijakan yang dikeluarkan pemerintah daerah yang kayaknya setengah mateng, dan eksekusi kebijakan tersebut oleh masyarakat yang kurang greget, mengindikasikan seakan Virus Corona itu penyakit remeh temeh sama seperti panuan, ketombe dan diare bagi sebagian besar orang.
Yuk mari kita gunakan logika dengan menganalisa realita..
- Jika memang benar Virus Corona tidak berbahaya, kenapa sampai negara besar macam China, Iran, Italia dan kini Malaysia melakukan lockdown pada beberapa kotanya?
- Jika memang benar imunitas tubuh yang baik merupakan modal yang cukup untuk menangkal Virus Corona, mengapa lantas tidak sedikit atlet olahraga dari cabang sepakbola, basket NBA dan cabang lain yang terkena? Kurang sehat apa coba? Olahraga teratur, makanan dan vitamin terjamin, serta pemeriksaan kesehatan yang rutin.
- Jika memang benar, Virus Corona mudah penanganannya, maka seharusnya tokoh-tokoh penting, pejabat, aataupun orang-orang kaya yang terkena Virus Corona mampu sembuh dengan cepat, karena sudah pasti dengan keadaan ekonomi mereka, mereka mampu berobat ke RS terbaik dengan pelayanan terbaik dan obat terbaik. Kita juga cukup ke faskes berobat dengan fasilitas BPJS kalau memang penyakitnya gampang diobati sama seperti flu, masuk angin, dan susah buang air besar. Kenyataannya tidak seperti itu kan?
- Apakah dengan mencuci tangan lalu kita terbebas dari Virus Corona? Tidak semudah itu, mungkin cuci tangan adalah salah satu bentuk antisipasi, tapi kita harus mempertimbangkan berbagai faktor lainnya. Misal kalau kita makan, apa makanan kita tidak terkontaminasi? Kalau makannya aman, apa alat makannya yakin steril? Kalau kita steril, apa yakin orang-orang disekitar kita juga steril? Jika kita bersentuhan dengn sesuatu yang terkontaminasi justru setelah kita mencuci tangan bagaimana? Emang bisa tiap sentuh benda kita cuci tangan atau gunakan hand sanitizer? Repot kan..
- Apakah dengan menggunakan masker mampu menangkal Virus Corona? Nyatanya tenaga medis sudah menggunakan masker dan handskun bisa tertular. Jika kita lihat tenaga medis yang menangani pasien Corona di luar negeri menggunakan pakaian pelindung lengkap. Lha apa kabar dengan kita yang cuma mengandalkan masker dan hand sanitizer? Ditimbun dan pake acara mark up harga segala..
- Apa dengan menggunakan pengukur thermal sudah yakin bisa memastikan bahwa kita terjangkit atau tidak? Tahu gak, untuk test sample darah itu kudu dikirim ke Jakarta lho. Artinya RS di daerah kita pun tidak bisa dengan mudah melakukan testnya, apalagi sekedar bermodal pengukur thermal. Dan apa kalian tahu, bahkan ada setelah di test yang ketiga kalinya baru kelihatan hasilnya, 2x test negatif, test yang ketiga positif, itu artinya sangat sulit terdeteksi.
- Apa kalian tahu, orang yang sudah terpapar Virus Corona, meskipun belum menunjukkan gejala, sudah bisa menularkan ke orang lainnya?
- Apa kalian tahu, bahwa sistem Tracing untuk memastikan dengan siapa pasien yang telah positif Corona melakukan kontak, merupakan hal yang hampir mustahil diketahui secara akurat? Kita sulit untuk memastikan apakah diri kita sudah terinfeksi atau belum, kalaupun sudah kita tidak bisa memastikan dari siapa kita tertular, atau kita sudah menularkan pada siapa saja, kecuali anda adalah orang introvert yang memang sangat jarang berinteraksi dengan orang lain, lalu apes sekalinya melakukan kontak dengan orang lain lalu tertular.
- Apa kalian juga tahu, bahwa ternyata Virus Corona sudah bermutasi beberapa kali, gejala awal yang ditunjukkan di Wuhan saja sudah mengalami perubahan ciri khas dan gejala. Dan yang berbahaya, ada kemungkinan Virus Corona akan bermutasi menjadi tipe Airborne, yaitu tipe penyakit yang dapat menular melalui udara, nah kalau sudah seperti itu, maka menjaga jarak 1 meter dengan orang lain pun akan menjadi percuma.
- Apakah kalian tahu, ternyata selama ini pemerintah sengaja mengatur berita/ informasi yang dikeluarkan agar tidak terjadi kepanikan masal? Jadi ya, data yang kalian lihat direlease di situs resmi pun belum tentu valid, ibarat fenomena gunung es di lautan, yg terlihat hanya sebagian dari ujungnya. Tapi tujuannya bagus ya, karena pemerintah tahu betul bagaimana penerimaan sebagian masyarakat terhadap suatu informasi, kasarnya gampang kemakan hoax dan emosi dulu baru mikir.
- Apa kalian tau, sebenarnya pemerintah sudah melakukan lockdown secara bertahap, soft lockdown istilah halusnya. Dimulai dari himbauan Belajar, Bekerja dan Beribadah di Rumah, himbauan Sosial Distancing, loby-loby peringanan cicilan hutang pada OJK, dll, setidaknya sambil mengamati perkembangan yang terjadi sambil membiasakan masyarakat sejak dini.
- China yang merupakan negara besar, dengan kesiapan infrastruktur, kesigapan pemerintah, ketegasan pihak keamanan serta kedisiplinan warganya saja, membutuhkan waktu kurang lebih empat bulan untuk mulai pulih dari keadaan setelah melakukan lockdown. Lha sekarang kita bayangkan Indonesia, yang pemerintahnya dengan jelas menyampaikan negara sebenarnya belum siap, ketimpangan infrastruktur yang tinggi antara daerah satu dengan yang lainnya, dan dengan tingkat kedisiplinan (baca : kengeyelan) warganya, tidak menutup kemungkinan bisa membutuhkan waktu setahun bahkan lebih untuk pulih seperti sedia kala.
Very Important :
Postingan ini bukan dibuat untuk kepentingan negatif, semisal dengan tujuan menakut-nakuti masyarakat ataupun menimbulkan keresahan. Justru sebaliknya agar kita lebih aware, agar kita berpikir lebih kritis, agar kita tidak terlalu meremehkan lalu berprilaku yang justru dapat merugikan diri kita sendiri dan orang lain, serta agar kita lebih mendekatkan diri pada Tuhan.
Tapi tolong, jangan pertaruhkan nama Tuhan dalam keselamatan anda. Anda mungkin ada benarnya ketika berkata, "Jika Tuhan belum mengkehendaki, saya takkan mati."
Tidak salah, saya juga sependapat..
Tapi ya jangan lantas kematian malah dicari dan ditantang, ngalih gelem istilah Balinya.
Coba dech nyebur ke kolam buaya, atau lompat dari jurang. Oleh buaya mungkin anda cuma diicip-icip dikit, saat nylempung jurang pun paling hanya patah tulang sekujur tubuh. Mungkin benar anda takkan mati kalau Tuhan belum mengkendaki, tapi sakitnya tetep kan? So buat apa coba..
Karena itu dalam menghadapi penyebaran Virus Corona ini, waspada boleh, antisipasi perlu, ketakutan berlebih dan tindakan tidak rasional jangan!
Semoga kita semua selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.
Berikut saya memiliki sedikit referensi untuk membuka wawasan kita bersama, selamat menyaksikan.
Video 2
Video 3